WAARMERKING PADA PENGADILAN NEGERI
Pendahuluan
Bukti surat atau bukti tertulis adalah segala sesuatu yang memuat tanda-tanda bacaan yang dimaksudkan untuk mencurahkan isi hati atau untuk menyampaikan pemikiran seseorang dan digunakan sebagai pembuktian. Surat sebagai alat bukti tertulis dapat dibagi dua yaitu surat yang merupakan akta dan surat lainnya yang bukan akta. Akta adalah surat sebagai alat bukti yang diberi tanda tangan, memuat peristiwa yang menjadi dasar suatu hak atau perikatan, dibuat sejak semula dengan sengaja untuk pembuktian. Pembuktian disini merupakan suatu tindakan bahwa peristiwa hukum telah dilakukan dan akta itu adalah buktinya. Sehelai kuitansi merupakan akta yang tergolong sebagai akta dibawah tangan. Suatu akta haruslah ditandatangan untuk membedakan akta yang satu dengan akta yang lainnya atau dengan akta yang dibuat oleh orang lain. Akta dapat mempunyai fungsi formal, yang berarti bahwa untuk lengkapnya atau sempurnanya (bukan untuk sahnya) suatu perbuatan hukum, haruslah dibuat suatu akta. Selain itu, sifat tertulisnya suatu perjanjian dalam bentuk akta dapat digunakan sebagai alat bukti di kemudian hari, sedangkan akta sendiri dibagi lebih lanjut menjadi akta otentik dan akta dibawah tangan.
Dalam kenyataannya, terkadang karna pertimbangan faktor biaya suatu perjanjian dibuat secara di bawah tangan. Perjanjian di bawah tangan ini dibuat sendiri oleh para pihak yang berjanji dan sepakat tanpa memenuhi suatu standar baku tertentu hanya berdasarkan kepercayaan, sehingga kekuatan pembuktiannya hanya tergantung kepada para pihak itu sendiri, sehingga ada kemungkinan salah satu pihak dapat menyangkal perjanjian yang telah disepakati. Salah satu upaya yang dapat dilakukan para pihak pembuat perjanjian di bawah tangan supaya dapat lebih memberikan suatu kepastian hukum adalah dengan mendaftarkan surat tersebut di Kantor Notaris atau di Pengadilan melalui waarmerking dan atau legalisasi.
Pengadilan Negeri sebagai salah satu lembaga yang menyediakan layanan di bidang Hukum, memiliki layanan waarmerking dan atau legalisasi khususnya pada Kepaniteraan Hukum. Prosedur Layanan waarmerking dan atau legalisasi ini secara khusus diatur dalam Standar Operasional Prosedur Dirjen Badan Peradilan Umum Nomor: 370/DJU/OT.01.3/3/2020 tentang Legalisasi Surat Akta Dibawah Tangan (Waarmkerking) tanggal 31 Maret 2022 yang pemberlakuannya diatur dalam Surat Keputusan Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum Mahkamah Agung RI Nomor: 21/DJU/SK/OT.01.3/3/2022 tentang Pembaruan Standar Operasional Prosedur (SOP) Kepaniteraan Pada Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Negeri tanggal 31 Maret 2022. Melalui SOP ini Pengadilan Negeri mempunyai standar baku terkait layanan waarmerking dan atau legalisasi ini kepada para pencari keadilan. Lebih lanjut, terkait bagaimana pelaksanaan dari layanan waarmerking tersebut akan dibahas pada tulisan ini.
Pembahasan
Waarmerking adalah pencatatan akta dibawah tangan oleh notaris atau pejabat yang berwenang dalam buku khusus. Sebelum dicatatkan, akta dibawah tangan tersebut sudah ditandangani oleh para pihak, sehingga tanggal akta dan tanggal pencatatan bisa saja berbeda. Dalam waarmerking yang perlu diketahui adalah pencatatan ini tidak merubah kedudukannya menjadi akta autentik, melainkan tetap berlaku sebagai akta dibawah tangan. Melalui pencatatan ini bisa mengurangi resiko para pihak menyangkal adanya akta tersebut. Waarmerking yang disebut juga dengan Verklaring Van Visum menurut Tan Thong Kie adalah memberikan tanggal pasti (date certain), yaitu berisikan suatu keterangan bahwa pejabat terkait benar-benar sudah melihat akta tersebut benar-benar ada dan kemudian dicatatkannya pada buku khusus (bukan tanggal ditandatangani akta dibawah tangan)[1]. Tanggung jawab hukum pejabat berwenang ketika melakukan waarmerking tidak besar karena hanya mencatat tanggal pasti setelah melihat bentuk asli akta dibawah tangan tersebut.
Pada dasarnya ketentuan waarmerking telah diatur pada Buku II tentang Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Perdata Umum dan Perdata Khusus, angka Romawi II Teknis Peradilan, huruf A. Permohonan, angka 14. Akta Di Bawah Tangan Mengenai Keahliwarisan dijelaskan sebagai berikut:
- Akta ini dibuat oleh ahli waris almarhum, yang berupa suatu surat pernyataan bahwa dia/mereka adalah ahli waris, dengan menyebutkan kedudukan masing-masing dalam hubungan keluarga yang telah meninggal. Pernyataan yang dibuat tersebut dapat dimintakan untuk disahkan tanda tangannya oleh Ketua Pengadilan Negeri.
- Setelah membacakan dan menjelaskan surat pernyataan tersebut dihadapan para pihak, Ketua Pengadilan Negeri atau hakim yang ditunjuk mengesahkan tanda tangan mereka berdasarkan ketentuan pasal 2 (1) Stbld. 1916-14 dengan cara, dibawah pernyataan tersebut dibubuhi kalimat:
” Yang bertanda tangan di bawah ini, Ketua/Hakim Pengadilan Negeri …………………… menerangkan, bahwa Bernama …………………………… telah saya kenal atau telah diperkenalkan kepada saya, dan kepadanya/mereka telah saya jelaskan isi pernyataan dalam akta tersebut di atas, dan setelah itu ia/mereka membubuhkan tandatangannya dihadapan saya. ”
- Surat keterangan ahli waris tersebut hanya berlaku untuk suatu keperluan tertentu, karena itu dibawahnya dicantumkan dengan huruf-huruf besar sebagai berikut (sebagai contoh):
Catatan:
“ Akta dibawah tangan yang telah disahkan ini khusus berlaku untuk mengambil uang deposito di bank ……… atas nama ………. ”
- Dan kemudian dibubuhi cap Pengadilan Negeri sesuai dengan pasal 3 ayat (1) Stbld. 1916-46. akta tersebut dicatat dalam Buku Register yang khusus disediakan untuk itu.
Pada akta yang telah dilakukan waarmerking oleh baik oleh Notaris, bagian akhir akta dibawah tangan tersebut dicantumkan kata-kata “dibubuhi cap dan didaftarkan dalam buku pendaftaran yang diadakan khusus untuk itu oleh saya, Notaris di …, Pada tanggal …”[2] sedangkan dalam format yang diatur di Pengadilan yang berbunyi ” Yang bertanda tangan di bawah ini, Ketua/Hakim Pengadilan Negeri …………………… menerangkan, bahwa Bernama …………………………… telah saya kenal atau telah diperkenalkan kepada saya, dan kepadanya/mereka telah saya jelaskan isi pernyataan dalam akta tersebut di atas, dan setelah itu ia/mereka membubuhkan tandatangannya dihadapan saya. ”, menandakan bahwa Notaris atau pejabat tersebut telah mendaftarkan surat tersebut. Berdasarkan waarmerking ini berarti notaris atau Ketua Pengadilan Negeri mengetahui dan pernah melihat akta dibawah tangan tersebut benar-benar ada dan pernah dibuat. Sehingga bisa dimintai keterangan di pengadilan akan kebenaran adanya akta tersebut. Akan tetapi notaris atau Ketua Pengadilan Negeri tidak bertanggung jawab akan kebenaran dari isi akta dibawah tangan yang di-waarmerking olehnya.
Walaupun sama-sama terkait akta dibawah tangan, sebenarnya penggunaan istilah ini harus dibedakan. Hal ini dikarenakan antara legalisasi dan waarmerking mempunyai fungsi yang berbeda sebagaimana penjelasan berikut:
- Legalisasi adalah pengesahan oleh notaris terhadap surat yang dibuat dibawah tangan. Para pihak yang membuat surat tersebut harus hadir di hadapan notaris secara langsung, kemudian notaris akan membacakan isi surat tersebut agar para pihak memahami isi dari surat tersebut. Setelah pembacaan dilakukan, para pihak akan menandatangani dan kemudian dilakukan legalisasi oleh notaris.
- Waarmerking adalah pendaftaran surat dibawah tangan yang sudah ditandatangani oleh para pihak.
Pendaftaran ini dilakukan dengan membubuhkan cap dan kemudian dicatatkan dalam buku khusus pendaftaran oleh notaris atau Pengadilan. Perbedaan utama antara legalisasi dan waarmerking terletak pada fungsinya. Legalisasi dilakukan untuk mengesahkan surat dibawah tangan dengan cara ditandatangani di hadapan pejabat berwenang lalu dicatatkan dalam buku khusus, sehingga pejabat berwenang bertugas untuk memastikan tanda tangan dan tanggal penandatanganan akta. Sedangkan pada waarmerking, pejabat berwenang dihadapkan dengan akta dibawah tangan yang sudah ditandatangani sebelumnya, sehingga pejabat berwenang hanya memastikan bahwa akta tersebut benar-benar ada dan kemudian mencatatkannya dalam buku khusus.
Lebih lanjut, alur Legalisasi Surat Akta Di Bawah Tangan (Waarmerking) pada Pengadilan Negeri mengacu pada SOP Dirjen Badilum Nomor: 370/DJU/OT.01.3/3/2020 tentang Legalisasi Surat Akta Dibawah Tangan (Waarmerking) tanggal 31 Maret 2022. Berikut alur pendaftaran permohonan waarmerking di Pengadilan Negeri:
Gambar 1. Alur permohonan waarmerking di Pengadilan Negeri
Dapat dilihat pada gambar 1. tersebut diatas, permohonan waarmerking yang masuk diterima oleh petugas Meja 1 (satu) Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP), setelah berkas diterima selanjutnya petugas meneliti kelengkapan surat permohonan waarmerking tersebut, adapun checklist yang harus disiapkan oleh Pemohon antara lain sebagai berikut:
- Surat Permohonan
- KTP masing-masing ahli waris
- Kartu Keluarga
- Fotocopy dan buku tabungan asli
- Surat keterangan ahli waris
- Surat keterangan kematian
- Akta kelahiran masing-masing ahli waris
- dokumen lain yang berkaitan dengan permohonan
selanjutnya apabila berkas tersebut telah lengkap maka petugas akan meregister surat tersebut melalui aplikasi PTSP+ untuk kemudian didisposisikan kepada Ketua Pengadilan Negeri, setelah diterima dan dibaca oleh Ketua Pengadilan Negeri Kendal, surat permohonan tersebut di disposisikan oleh Ketua Pengadilan kepada Panitera Muda Hukum untuk dilakukan verifikasi pada berkas permohonan, dalam hal ini apabila berkas terdapat ketidaksesuaian dengan yang dipersyaratkan maka berkas tersebut akan dikembali kepada Pemohon untuk dilengkapi, namun apabila lengkap maka Panitera Muda Hukum membuat konsep catatan waarmerking pada pernyataan ahli waris tersebut.
Setelah Panitera Muda Hukum membuat catatan waarmerking tersebut, Kemudian Panitera Muda dan Panitera membubuhkan paraf pada catatan waarmerking pada pernyataan ahli waris. Bahwa kemudian setelah segala sesuatu telah lengkap, maka Ketua Pengadilan Negeri kemudian akan memanggil Pemohon melalui Panitera, dan akan diadakan penandatanganan catatan waarmerking tersebut dengan dihadiri oleh pemohon. Setelahnya petugas Kepaniteraan Hukum mencatat ke dalam Buku Register Akta Di Bawah Tangan/Waarmerking dan memberikan nomor pendaftaran dan tanggal pendaftaran akta yang telah di waarmerking tersebut. Tahap selanjutnya Pemohon diharuskan menyetorkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), yang apabila telah dibayarkan maka Petugas PTSP dapat menyerahkan akta yang telah di waarmerking tersebut kepada Pemohon. Proses waarmerking tersebut kemudian diakhiri dengan diarsipkannya seluruh salinan berkas permohonan waarmerking.
Penutup
Dengan memahami alur proses waarmerking, dapat disimpulkan bahwa prosedur ini memiliki peran penting dalam memastikan keabsahan dokumen. Setiap tahapan, mulai dari pengajuan permohonan hingga penerbitan, dibuat untuk memberikan kepastian hukum dan mencegah potensi penyalahgunaan dokumen. Oleh karena itu, pemahaman yang baik mengenai alur proses waarmerking sangat diperlukan bagi masyarakat agar dapat menjalankan prosedur ini dengan benar dan efisien. Demikian, selayang pandang terkait waarmerking di Pengadilan Negeri, semoga tulisan ini dapat menambah khasanah keilmuan bagi para pembaca serta memberikan wawasan yang lebih luas mengenai pentingnya waarmerking dalam sistem hukum di Indonesia.
[1] Tan Thong Kie 2011. Serba Serbi Praktek Notaris. Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve.
[2] Ibid
Herjuna Praba Wiesesa, S.H
Calon Hakim Pengadilan Negeri Kendal